Rabu, 14 Januari 2009

REFLEKSI DIRI SEBAGAI SEORANG GURU MATEMATIKA

REFLEKSI DIRI SEBAGAI SEORANG GURU MATEMATIKA
Masyarakat pada umumnya menganggap bahwa seorang guru merupakan orang yang harus digugu dan ditiru, dalam arti orang yang memiliki kharisma atau wibawa sehingga perlu untuk ditiru dan diteladani. Anggapan itu sangat agung dan mulia sekaligus menjadi suatu beban moral tersendiri seandainya kita sebagai seorang guru/pendidik, tindakan kita tidak mencerminkan apa yang menjadi anggapan masyarakat banyak. Di era globalisasi sekarang ini, banyak kasus-kasus kriminal seperti kasus penipuan, pelecehan seksual, tindak kekerasan yang dilakukan sebagian kecil dengan notaben sebagai guru. Tetapi seperti dalam peribahasa,” Tinta setitik dapat merusak susu sebelanga” . Apa yang dilakukan oleh guru akan menjadi sorotan atau perhatian masyarakat luas apalagi yang dilakukan hal yang negatif seperti hal yang melanggar norma susila, norma hukum atau norma agama, karena guru adalah sosok orang yang perlu dicontoh, dihormati dan disegani (diteladani).
Sosok guru yang patut/layak ditiru dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara khususnya oleh peserta didik menjadikan dilema tersendiri bagi seorang guru matematika. Mengingat sampai saat ini, pelajaran matematika oleh kebanyakan peserta didik masih dianggap pelajaran yang menakutkan, pelajaran yang sulit untuk dipelajari, pelajaran yang membosankan karena menurut siswa, tidak ada gunanya dalam kehidupan nyata sehari-hari sehingga siswa bersikap masa bodoh dan kurang bersemangat dalam belajar matematika. Yang lebih memprihatinkan lagi adalah sosok guru matematika biasanya selalu ditakuti oleh para peserta didik, yang berakibat sangat fatal yaitu motivasi belajar dan prestasi belajar matematika siswa sangat rendah. Hal ini sepertinya sangat jauh dari sosok guru yang ideal bagi peserta didik.
Dalam kenyataan matematika adalah dasar dari segala ilmu dan teknologi. Apalagi di era globalisasi seperti saat ini yang ditandai dengan kemajuan dalam perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), pengetahuan dan keahlian berpikir logis yang dikembangkan dalam pelajaran matematika sangat diperlukan. Ini juga suatu pekerjaan rumah yang berkepanjangan bagi seorang guru matematika untuk mengubah pandangan siswa terhadap guru maupun pelajaran matematika. Bagaimana agar siswa tidak takut lagi terhadap pelajaran matematika, yang ada siswa merasa senang/enjoy dan bersemangat untuk belajar matematika serta dapat mengaplikasikan pemahaman konsep - konsep matematika dalam kehidupan nyata sehari-hari. Dan apakah yang harus dilakukan oleh seorang guru matematika agar ideal bagi peserta didiknya?
Berbicara tentang kata ideal, memang tidak ada sesuatu apapun di dunia ini yang benar-benar ideal, tetapi ideal bisa kita gunakan sebagai suatu harapan/ tujuan sehingga ada motivasi/semangat untuk mewujudkannya. Seorang guru matematika yang ideal, dalam hal ini dapat diartikan seorang guru matematika yang profesional.
Hakikat profesi guru menurut Prof. Dr. H. Hamzah B. Uno (2007:15), Guru merupakan suatu profesi yang berarti suatu jabatan yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru dan tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang di luar bidang pendidikan. Hal ini berarti guru adalah orang dewasa yang secara sadar bertanggung jawab dalam mendidik, mengajar dan membimbing peserta didik dan memiliki kemampuan merancang program pembelajaran serta mampu menata dan mengelola kelas agar peserta didik dapat belajar dan pada akhirnya dapat mencapai tingkat kedewasaan sebagai tujuan akhir proses pendidikan.
Adapun syarat-syarat guru profesional adalah sebagai berikut : 1. Guru harus memiliki berbagai ketrampilan, kemampuan khusus, mencintai pekerjaannya, menjaga kode etik guru. 2. Guru profesional selalu mengembangkan dirinya terhadap pengetahuan dan mendalami keahliannya. 3. Guru profesional harus rajin membaca literatur. Dan sebagai tolok ukur profesionalisme guru, adalah empat kompetensi yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional.
Seorang guru matematika profesional harus dapat menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna ( membekas pada pikiran peserta didik ) serta harus memahami karakteristik/ciri-ciri dari matematika sekolah yang merupakan bagian dari matematika itu sendiri yang dipilih untuk atau berorientasi pada kepentingan pendidikan dalam hal ini disesuaikan dengan perkembangan anak. Menurut Prof. R. Soedjadi, 2007, karakteristik/ciri-ciri matematika sekolah adalah sebagai berikut : Matematika sekolah memiliki obyek kajian yang konkret dan juga abstrak, bertumpu pada kesepakatan (termasuk penekanan kepada aksioma self evident truth), berpola pikir deduktif dan juga induktif, konsisten dalam sistemnya (termasuk sistem yang dipilih untuk pendidikan), memiliki/menggunakan simbol yang kosong dari arti dan juga yang telah memiliki arti tertentu, serta memperhatikan semesta pembicaraan (bahkan juga digunakan untuk pembatasan bahan ajar matematika, sesuai kelas tertentu).
Dengan memahami karakteristik matematika sekolah, seorang guru matematika harus mulai merubah paradigma pembelajaran yaitu dari pembelajaran yang bersifat konvensional ( pembelajaran yang berpusat pada guru/ teacher center ) ke pembelajaran yang efektif dan innovatif ( pembelajaran yang berpusat pada siswa/ student center ).
Pembelajaran matematika yang efektif dan innovatif adalah pembelajaran matematika yang memperdayakan kemampuan siswa secara optimal / pembelajaran yang berpusat pada siswa, dimulai dari mempertimbangkan bagaimana kondisi anak atau dimulai dari ide-ide yang telah dimiliki oleh anak. Ide-ide ini akan digunakan untuk membuat ide baru. Agar anak-anak terlibat dalam pembuatan atau mengkonstruksi ide-ide baru diperlukan tugas atau kegiatan siswa yang memerlukan pemikiran. Melalui tugas atau kegiatan siswa tersebut, siswa harus mengembangkan pemahamannya sendiri. Pemahaman mereka dan rasa percaya diri mereka akan tumbuh sebagai hasil dari dilibatkannya mereka dalam mengerjakan matematika. Melibatkan siswa dalam mengerjakan matematika sehingga siswa dapat membuat dan mengembangkan ide-ide baru yang dapat mereka gunakan dan pahami selanjutnya mereka dapat melihat bahwa matematika itu realistis/masuk akal melalui penglihatan mereka sendiri dan dapat mempercayainya karena mereka mampu mengerjakannya. Dan siswa dapat mengaplikasikan pemahaman konsep matematika yang mereka kuasai dalam kehidupan nyata sehari-hari. Hal ini akan dapat merubah pandangan siswa terhadap guru atau pelajaran matematika yaitu peserta didik/ siswa tidak merasa takut, sulit atau bosan lagi untuk belajar matematika.
Di dalam pelaksanaan pembelajaran matematika di kelas, seorang guru matematika harus dapat merancang suasana belajar yang menyenangkan dan dapat menentukan pendekatan, metode, strategi, ataupun model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan kondisi peserta didik. Suatu usaha yang dapat dilakukan guru matematika dalam pelaksanaan pembelajaran matematika di kelas adalah sebagai berikut :
1. Menggunakan pendekatan pembelajaran kontektual yaitu memberikan masalah kontektual yang meliputi pemanfaatan lingkungan yang dekat dengan kehidupan anak didik, masalah nyata/real, masalah dapat memuat “pengetahuan yang mudah/dapat dibayangkan anak”.
2. Menggunakan pendekatan pembelajaran kontruktivisme yaitu siswa mengkonstruksi/membangun sendiri pengetahuan mereka sendiri. Alat-alat yang digunakan untuk membangun pemahaman adalah ide-ide yang telah ada, yakni pengetahuan yang telah siswa miliki. Material/bahan yang digunakan adalah apa yang siswa lihat, dengar atau sentuh di sekitarnya atau sebagian material adalah pemikiran/ide siswa sendiri. Usaha yang harus dilakukan adalah berfikir secara aktif dan reflektif.
3. Menggunakan/membuat alat peraga dalam pembelajaran matematika sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran agar pembelajaran lebih menarik dan menyenangkan sehingga siswa tidak merasa bosan dan jenuh untuk belajar matematika.
4. Menggunakan lembar kegiatan siswa (LKS) dalam kegiatan pembelajaran agar pemahaman siswa terhadap konsep-konsep matematika dapat terarah dan terstruktur sehingga siswa lebih mudah untuk memahami konsep matematika tersebut, serta menyelenggarakan penilaian dan evaluasi, proses dan hasil belajar secara kontinyu.
5. Menerapkan model pembelajaran kooperatif/pembelajaran secara berkelompok. Walaupun belajar adalah proses reflektif dan internal, tetapi anak-anak dapat menguji, mengungkap, memodifikasi, dan mengembangkan ide-ide baru melalui interaksi dengan anak-anak lain dan para guru. Melalui model kooperatif ini, siswa bisa mengembangkan kemampuan sosialnya melalui belajar matematika seperti sikap menghargai pendapat orang lain, bekerja secara berkelompok serta saling membantu dalam memahami konsep matematika yang dipelajari.
6. Mengembangkan sumber belajar sendiri yang disesuaikan dengan kondisi siswa, sehingga sumber belajar yang digunakan benar-benar efektif dan selalu berkomunikasi secara efektif, emperik, dan santun dengan peserta didik.
Jadi dapat disimpulkan bahwa seorang guru matematika yang profesional harus mulai merubah paradigma pembelajaran matematika di kelas dari yang bersifat konvensional/teacher center ke pembelajaran yang efektif, efisien dan innovatif yaitu pembelajaran yang menekankan aktifitas siswa atau memberdayakan kemampuan siswa secara optimal ( student center ) di mana setiap siswa berusaha agar bisa mengembangkan kemampuan berpikirnya ( mengembangkan intelektualnya ) dan bekerja secara independen, mengembangkan kemampuan sosialnya, emosionalnya melalui belajar matematika bisa secara mandiri maupun secara berkelompok sehingga setiap siswa aktif berdiskusi dan berinteraksi dengan siswa – siswa lain dalam kelompok maupun secara klasikal.

DAFTAR PUSTAKA
John A. Van De Walle, (2008). Pengembangan Pengajaran Matematika Sekolah Dasar dan Menengah. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Prof. R. Soedjadi, (2007). Masalah kontektual sebagai Batu Sendi Matematika Sekolah. Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Sekolah.
Prof. Dr. H. Hamzah B. Uno, (2007). Profesi Kependidikan, Problema, Solusi, dan Reformasi Pendidikan di Indonesia. Jakarta: PT Bumi Aksara.