Rabu, 14 Januari 2009

REFLEKSI DIRI SEBAGAI SEORANG GURU MATEMATIKA

REFLEKSI DIRI SEBAGAI SEORANG GURU MATEMATIKA
Masyarakat pada umumnya menganggap bahwa seorang guru merupakan orang yang harus digugu dan ditiru, dalam arti orang yang memiliki kharisma atau wibawa sehingga perlu untuk ditiru dan diteladani. Anggapan itu sangat agung dan mulia sekaligus menjadi suatu beban moral tersendiri seandainya kita sebagai seorang guru/pendidik, tindakan kita tidak mencerminkan apa yang menjadi anggapan masyarakat banyak. Di era globalisasi sekarang ini, banyak kasus-kasus kriminal seperti kasus penipuan, pelecehan seksual, tindak kekerasan yang dilakukan sebagian kecil dengan notaben sebagai guru. Tetapi seperti dalam peribahasa,” Tinta setitik dapat merusak susu sebelanga” . Apa yang dilakukan oleh guru akan menjadi sorotan atau perhatian masyarakat luas apalagi yang dilakukan hal yang negatif seperti hal yang melanggar norma susila, norma hukum atau norma agama, karena guru adalah sosok orang yang perlu dicontoh, dihormati dan disegani (diteladani).
Sosok guru yang patut/layak ditiru dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara khususnya oleh peserta didik menjadikan dilema tersendiri bagi seorang guru matematika. Mengingat sampai saat ini, pelajaran matematika oleh kebanyakan peserta didik masih dianggap pelajaran yang menakutkan, pelajaran yang sulit untuk dipelajari, pelajaran yang membosankan karena menurut siswa, tidak ada gunanya dalam kehidupan nyata sehari-hari sehingga siswa bersikap masa bodoh dan kurang bersemangat dalam belajar matematika. Yang lebih memprihatinkan lagi adalah sosok guru matematika biasanya selalu ditakuti oleh para peserta didik, yang berakibat sangat fatal yaitu motivasi belajar dan prestasi belajar matematika siswa sangat rendah. Hal ini sepertinya sangat jauh dari sosok guru yang ideal bagi peserta didik.
Dalam kenyataan matematika adalah dasar dari segala ilmu dan teknologi. Apalagi di era globalisasi seperti saat ini yang ditandai dengan kemajuan dalam perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), pengetahuan dan keahlian berpikir logis yang dikembangkan dalam pelajaran matematika sangat diperlukan. Ini juga suatu pekerjaan rumah yang berkepanjangan bagi seorang guru matematika untuk mengubah pandangan siswa terhadap guru maupun pelajaran matematika. Bagaimana agar siswa tidak takut lagi terhadap pelajaran matematika, yang ada siswa merasa senang/enjoy dan bersemangat untuk belajar matematika serta dapat mengaplikasikan pemahaman konsep - konsep matematika dalam kehidupan nyata sehari-hari. Dan apakah yang harus dilakukan oleh seorang guru matematika agar ideal bagi peserta didiknya?
Berbicara tentang kata ideal, memang tidak ada sesuatu apapun di dunia ini yang benar-benar ideal, tetapi ideal bisa kita gunakan sebagai suatu harapan/ tujuan sehingga ada motivasi/semangat untuk mewujudkannya. Seorang guru matematika yang ideal, dalam hal ini dapat diartikan seorang guru matematika yang profesional.
Hakikat profesi guru menurut Prof. Dr. H. Hamzah B. Uno (2007:15), Guru merupakan suatu profesi yang berarti suatu jabatan yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru dan tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang di luar bidang pendidikan. Hal ini berarti guru adalah orang dewasa yang secara sadar bertanggung jawab dalam mendidik, mengajar dan membimbing peserta didik dan memiliki kemampuan merancang program pembelajaran serta mampu menata dan mengelola kelas agar peserta didik dapat belajar dan pada akhirnya dapat mencapai tingkat kedewasaan sebagai tujuan akhir proses pendidikan.
Adapun syarat-syarat guru profesional adalah sebagai berikut : 1. Guru harus memiliki berbagai ketrampilan, kemampuan khusus, mencintai pekerjaannya, menjaga kode etik guru. 2. Guru profesional selalu mengembangkan dirinya terhadap pengetahuan dan mendalami keahliannya. 3. Guru profesional harus rajin membaca literatur. Dan sebagai tolok ukur profesionalisme guru, adalah empat kompetensi yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional.
Seorang guru matematika profesional harus dapat menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna ( membekas pada pikiran peserta didik ) serta harus memahami karakteristik/ciri-ciri dari matematika sekolah yang merupakan bagian dari matematika itu sendiri yang dipilih untuk atau berorientasi pada kepentingan pendidikan dalam hal ini disesuaikan dengan perkembangan anak. Menurut Prof. R. Soedjadi, 2007, karakteristik/ciri-ciri matematika sekolah adalah sebagai berikut : Matematika sekolah memiliki obyek kajian yang konkret dan juga abstrak, bertumpu pada kesepakatan (termasuk penekanan kepada aksioma self evident truth), berpola pikir deduktif dan juga induktif, konsisten dalam sistemnya (termasuk sistem yang dipilih untuk pendidikan), memiliki/menggunakan simbol yang kosong dari arti dan juga yang telah memiliki arti tertentu, serta memperhatikan semesta pembicaraan (bahkan juga digunakan untuk pembatasan bahan ajar matematika, sesuai kelas tertentu).
Dengan memahami karakteristik matematika sekolah, seorang guru matematika harus mulai merubah paradigma pembelajaran yaitu dari pembelajaran yang bersifat konvensional ( pembelajaran yang berpusat pada guru/ teacher center ) ke pembelajaran yang efektif dan innovatif ( pembelajaran yang berpusat pada siswa/ student center ).
Pembelajaran matematika yang efektif dan innovatif adalah pembelajaran matematika yang memperdayakan kemampuan siswa secara optimal / pembelajaran yang berpusat pada siswa, dimulai dari mempertimbangkan bagaimana kondisi anak atau dimulai dari ide-ide yang telah dimiliki oleh anak. Ide-ide ini akan digunakan untuk membuat ide baru. Agar anak-anak terlibat dalam pembuatan atau mengkonstruksi ide-ide baru diperlukan tugas atau kegiatan siswa yang memerlukan pemikiran. Melalui tugas atau kegiatan siswa tersebut, siswa harus mengembangkan pemahamannya sendiri. Pemahaman mereka dan rasa percaya diri mereka akan tumbuh sebagai hasil dari dilibatkannya mereka dalam mengerjakan matematika. Melibatkan siswa dalam mengerjakan matematika sehingga siswa dapat membuat dan mengembangkan ide-ide baru yang dapat mereka gunakan dan pahami selanjutnya mereka dapat melihat bahwa matematika itu realistis/masuk akal melalui penglihatan mereka sendiri dan dapat mempercayainya karena mereka mampu mengerjakannya. Dan siswa dapat mengaplikasikan pemahaman konsep matematika yang mereka kuasai dalam kehidupan nyata sehari-hari. Hal ini akan dapat merubah pandangan siswa terhadap guru atau pelajaran matematika yaitu peserta didik/ siswa tidak merasa takut, sulit atau bosan lagi untuk belajar matematika.
Di dalam pelaksanaan pembelajaran matematika di kelas, seorang guru matematika harus dapat merancang suasana belajar yang menyenangkan dan dapat menentukan pendekatan, metode, strategi, ataupun model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan kondisi peserta didik. Suatu usaha yang dapat dilakukan guru matematika dalam pelaksanaan pembelajaran matematika di kelas adalah sebagai berikut :
1. Menggunakan pendekatan pembelajaran kontektual yaitu memberikan masalah kontektual yang meliputi pemanfaatan lingkungan yang dekat dengan kehidupan anak didik, masalah nyata/real, masalah dapat memuat “pengetahuan yang mudah/dapat dibayangkan anak”.
2. Menggunakan pendekatan pembelajaran kontruktivisme yaitu siswa mengkonstruksi/membangun sendiri pengetahuan mereka sendiri. Alat-alat yang digunakan untuk membangun pemahaman adalah ide-ide yang telah ada, yakni pengetahuan yang telah siswa miliki. Material/bahan yang digunakan adalah apa yang siswa lihat, dengar atau sentuh di sekitarnya atau sebagian material adalah pemikiran/ide siswa sendiri. Usaha yang harus dilakukan adalah berfikir secara aktif dan reflektif.
3. Menggunakan/membuat alat peraga dalam pembelajaran matematika sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran agar pembelajaran lebih menarik dan menyenangkan sehingga siswa tidak merasa bosan dan jenuh untuk belajar matematika.
4. Menggunakan lembar kegiatan siswa (LKS) dalam kegiatan pembelajaran agar pemahaman siswa terhadap konsep-konsep matematika dapat terarah dan terstruktur sehingga siswa lebih mudah untuk memahami konsep matematika tersebut, serta menyelenggarakan penilaian dan evaluasi, proses dan hasil belajar secara kontinyu.
5. Menerapkan model pembelajaran kooperatif/pembelajaran secara berkelompok. Walaupun belajar adalah proses reflektif dan internal, tetapi anak-anak dapat menguji, mengungkap, memodifikasi, dan mengembangkan ide-ide baru melalui interaksi dengan anak-anak lain dan para guru. Melalui model kooperatif ini, siswa bisa mengembangkan kemampuan sosialnya melalui belajar matematika seperti sikap menghargai pendapat orang lain, bekerja secara berkelompok serta saling membantu dalam memahami konsep matematika yang dipelajari.
6. Mengembangkan sumber belajar sendiri yang disesuaikan dengan kondisi siswa, sehingga sumber belajar yang digunakan benar-benar efektif dan selalu berkomunikasi secara efektif, emperik, dan santun dengan peserta didik.
Jadi dapat disimpulkan bahwa seorang guru matematika yang profesional harus mulai merubah paradigma pembelajaran matematika di kelas dari yang bersifat konvensional/teacher center ke pembelajaran yang efektif, efisien dan innovatif yaitu pembelajaran yang menekankan aktifitas siswa atau memberdayakan kemampuan siswa secara optimal ( student center ) di mana setiap siswa berusaha agar bisa mengembangkan kemampuan berpikirnya ( mengembangkan intelektualnya ) dan bekerja secara independen, mengembangkan kemampuan sosialnya, emosionalnya melalui belajar matematika bisa secara mandiri maupun secara berkelompok sehingga setiap siswa aktif berdiskusi dan berinteraksi dengan siswa – siswa lain dalam kelompok maupun secara klasikal.

DAFTAR PUSTAKA
John A. Van De Walle, (2008). Pengembangan Pengajaran Matematika Sekolah Dasar dan Menengah. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Prof. R. Soedjadi, (2007). Masalah kontektual sebagai Batu Sendi Matematika Sekolah. Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Sekolah.
Prof. Dr. H. Hamzah B. Uno, (2007). Profesi Kependidikan, Problema, Solusi, dan Reformasi Pendidikan di Indonesia. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Rabu, 03 Desember 2008

USAHA – USAHA GURU DALAM MELIBATKAN SISWA
PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA ANTARA
TEORI DAN PENGALAMAN

BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Selama ini proses pembelajaran matematika dilakukan dalam bentuk satu arah. Guru lebih banyak ceramah dihadapan siswa sementara aktivitas siswa lebih banyak mendengarkan. Guru beranggapan tugasnya hanya mentransfer pengetahuan yang dimiliki dengan target tersampaikannya topik – topik yang tertulis dalam dokumen kurikulum. Pada umumnya guru tidak memberi inspirasi kepada siswa untuk berkreasi dan tidak melatih siswa untuk hidup mandiri. Pelajaran yang disajikan guru kurang menantang siswa untuk berpikir. Akibatnya siswa tidak menyenangi pelajaran. (http://edu-articles.com/menuju-guru-yang -profesional-melalui-lesson-study/).
Bahkan sampai saat ini, kebanyakan siswa masih menganggap pelajaran matematika adalah pelajaran yang sangat sulit dan membosankan. Siswa merasa jenuh dan kurang antusias dalam mengikuti pelajaran matematika sehingga hal ini sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar matematika yang cenderung rendah. Yang lebih memprihatinkan adalah siswa beranggapan bahwa matematika tidak ada gunanya dalam kehidupan sehari – hari. Kondisi seperti ini, salah satu faktor penyebabnya adalah pembelajaran matematika yang bersifat konvensional yaitu pembelajaran yang berpusat pada guru. Biasanya dimulai dengan penjelasan tentang ide – ide yang terdapat pada halaman buku yang dipelajari, kemudian diikuti dengan menunjukkan kepada siswa bagaimana mengerjakan latihan soal. Bahkan ketika siswa mencoba mengerjakan, guru masih menuntun siswa bagaimana menggunakan materi yang dipelajari untuk mengerjakan latihan. Inti dari pelajaran adalah untuk mendapatkan jawaban. Siswa bertumpu kepada guru untuk menentukan apakah jawabannya benar. Akibatnya siswa mempunyai pandangan bahwa matematika adalah sekumpulan aturan yang tidak ada polanya yang diberikan oleh guru. Hal ini sangat tidak menyenangkan. Hanya sedikit anak yang baik dalam belajar aturan dan memperoleh nilai baik, tetapi mereka bukanlah pemikir terbaik di dalam kelas. (John A. Van De Walle, 2008).
Seandainya semua guru mampu dan mau mengembangkan kreatifitasnya dalam pembelajaran, khususnya memvariasikan kemasan skenario pembelajarannya dengan memilih metode termasuk di dalamnya tehnik – tehnik yang sesuai materi pembelajaran maupun indikator pencapaian kompetensinya, kemungkinan besar proses pembelajaran akan efektif. Dengan demikian besar harapan bahwa proses pembelajaran sebagaimana yang tertera dalam Standar Proses (Permendiknas R.I. No. 41 Tahun 2007, Tentang Standar Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah), khususnya pada kegiatan inti dapat dicapai. Adapun kegiatan inti yang dimaksud adalah: Pelaksanaan kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan inti menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran yang dapat meliputi proses eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi.
B. Permasalahan
Berdasarkan dari uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
Bagaimanakah usaha - usaha guru dalam melibatkan siswa pada pembelajaran matematika ?

BAB II. KAJIAN TEORI
1. Hakekat Matematika
Menurut (Herman Hudoyo, 2005, hal. 63), Hakekat matematika adalah berkenaan dengan ide – ide, struktur – struktur dan hubungan – hubungannya yang diatur menurut urutan yang logik. Hal ini berarti bahwa simbol – simbol dalam matematika bersifat abstrak dan kebenarannya berdasarkan alasan logik sehingga belajar matematika merupakan aktivitas mental, untuk mendapatkan pengertian hubungan – hubungan dan simbol – simbol yang kemudian dapat diterapkan ke dalam situasi yang real/nyata.
Matematika adalah ilmu tentang sesuatu yang memiliki pola keteraturan dan urutan yang logis. Menemukan dan mengungkap keteraturan atau urutan ini dan kemudian memberikan arti merupakan makna dari mengerjakan matematika. (John A. Van De Walle,2008). Perlu diketahui bahwa pola tidak hanya terdapat pada bilangan dan persamaan, tetapi juga ada pada bidang lain seperti di alam, seni, musik, bangunan, perdagangan, sains, obat-obatan dll yang semua itu penuh dengan pola dan aturan.
Seorang guru matematika harus dapat mendesain pembelajaran matematika yang lebih bermakna yaitu pembelajaran matematika yang lebih inovatif dengan melibatkan siswa/peserta didik secara optimal dalam ilmu tentang pola dan urutan dalam mengerjakan matematika karena hal ini akan memerlukan banyak usaha dan waktu sehingga siswa betul – betul aktif untuk berpikir atau berkegiatan.
2. Hakekat Belajar
Belajar merupakan suatu proses aktif dalam memperoleh pengalaman/pengetahuan baru sehingga menyebabkan perubahan tingkah laku. (Herman Hudoyo, 2005, hal. 71). Adapun menurut Piaget, manusia tumbuh, beradaptasi, dan berubah melalui perkembangan fisik, perkembangan kepribadian, perkembangan sosio-emosional, dan perkembangan kognitif. Perkembangan kognitif sebagian besar bergantung kepada seberapa jauh anak memanipulasi dan aktif dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan menurut Vygotsky adalah bahwa proses belajar akan terjadi secara efisien dan efektif apabila anak/siswa belajar secara kooperatif dengan anak – anak lain suasana lingkungan yang mendukung (supportive), dalam bimbingan atau pendampingan seseorang yang lebih mampu atau lebih dewasa, misalnya seorang guru. Bantuan kepada seorang yang lebih dewasa atau lebih kompeten dengan maksud agar anak mampu untuk mengerjakan tugas – tugas atau soal – soal yang lebih tinggi tingkat kerumitannya daripada tingkat perkembangan kognitif yang aktual dari anak yang bersangkutan disebut dukungan dinamis atau scaffolding.
Seorang guru matematika harus dapat memanfaatkan baik teori Piaget maupun teori Vygotsky dalam upaya melaksanakan pembelajaran matematika yang efektif. Guru perlu mengupayakan agar siswa dapat mengembangkan diri masing – masing dalam kemampuan berpikir dan bekerja secara independen secara maksimal (sesuai teori Piaget). Dan guru juga perlu mengupayakan agar siswa aktif berinteraksi dengan siswa – siswa lain dan orang – orang laindi lingkungan masing – masing (sesuai teori Vygotsky). Jika kedua hal tersebut dilakukan, perkembangan kognitif siswa akan dapat terjadi optimal.
3. Pembelajaran Matematika
Pembelajaran matematika merupakan suatu proses untuk menyajikan lingkungan belajar siswa dengan menggunakan suatu desain pembelajaran yang memberdayakan siswa secara maksimal dengan mengoptimalkan proses dan hasil belajar siswa. Menurut Ausubel (1971) dalam Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika (Herman Hudoyo, 2005, hal. 72) bahan pelajaran yang dipelajari haruslah “bermakna” (meaningful) artinya bahan pelajaran itu cocok dengan kemampuan siswa dan harus relevan dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa, baik secara intelektual maupun emosional siswa terlibat dalam kegiatan pembelajaran.
Dalam pembelajaran matematika diharapkan bukan hanya pada melatih hafalan fakta dan teori saja, namun diarahkan pada pemahaman konsep – konsep matematika atas dasar pemikiran yang logis, rasional dan sistematis.
BAB III PEMBAHASAN
Untuk mengatasi berbagai permasalahan yang terjadi perlu adanya perubahan dalam kegiatan pembelajaran matematika di kelas dari pembelajaran yang bersifat monoton menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa, mengembangkan kreatifitas siswa, menciptakan kondisi yang menyenangkan dan menantang serta menyediakan pengalaman belajar yang beragam. Maka dari itu dalam pembelajaran matematika harus dipilih pendekatan, strategi, metode, tehnik yang sesuai dengan kondisi dan situasi siswa supaya tujuan pembelajaran tercapai dengan hasil yang baik. Semua ini tidak lepas dari bagaimana seorang guru mempersiapkan pelaksanaan pembelajaran matematika di kelas. Salah satu kelemahan guru adalah pada tahap persiapan yaitu kurang mengerti bagaimana mempersiapkan pembelajaran matematika di kelas, agar pembelajaran itu benar – benar dapat memotivasi dan bermakna bagi siswa. Usaha guru dalam melibatkan siswa pada pembelajaran matematika dapat terwujud jika seorang guru baik dalam mempersiapkan pelaksanaan pembelajaran matematika. Hal – hal yang perlu diperhatikan oleh guru dalam mempersiapkan pembelajaran matematika yaitu :
A. Tahap Persiapan
1. Menentukan Sumber belajar yaitu segala tempat atau lingkungan sekitar benda dan orang yang mengandung informasi dapat digunakan sebagai wahana bagi peserta didik untuk melakukan proses perubahan tingkah laku. Atau sumber belajar adalah rujukan, obyek dan atau bahan yang digunakan untuk belajar.
2. Menyusun lembar kegiatan siswa ( LKS ) yaitu lembaran yang berisi permasalahan nyata yang harus diselesaikan oleh siswa sehingga siswa dapat mendefinisikan suatu konsep serta memahaminya. Atau Lembar Kegiatan Siswa adalah lembaran yang berisi tugas – tugas yang harus dilakukan/dikerjakan oleh siswa guna pencapaian suatu kompetensi tertentu.
3. Menyediakan Alat Peraga sebagai bagian dari media pembelajaran yang berfungsi sebagai alat bantu dalam pembelajaran matematika, khususnya dalam proses abstraksi karena melalui alat peraga dapat disajikan konsep abstrak matematika dalam bentuk konkrit sehingga siswa pada tingkat – tingkat yang rendah akan lebih mudah memahami dan mengerti.
4. Menentukan Skema Pembelajaran yaitu pola urutan dari suatu model pembelajaran tertentu menunjukkan dengan jelas kegiatan-kegiatan apa yang harus dilakukan guru atau siswa. Skema pembelajaran mempunyai ciri khusus yaitu rasional teoritik yang logis yang disusun oleh penciptanya, tujuan pembelajaran yang dicapai, kegiatan-kegiatan guru dan siswa serta lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Skema Pembelajaran dalam kegiatannya meliputi : will, attitude, knowledge, skill, Experience.
5. Menyusun kegiatan assesment yaitu suatu kegiatan yang digunakan sebagai proses untuk mengukur dan menentukan tingkat ketercapaian kompetensi dan sekaligus untuk mengukur efektifitas proses pembelajaran atau proses mengumpulkan keterangan mengenai pengetahuan siswa, kecakapan menggunakan, dan watak atau sikap terhadap matematika dan proses membuat kesimpulan dari bukti – bukti tersebut untuk berbagai kepentingan ( NCTM, 1995, hal.3). Standar Penilaian untuk Matematika Sekolah (Assesment Standards for School Mathematics) yang diterbitkan oleh NCTM 1995 dalam pengembangan pengajaran matematika sekolah dasar dan menengah ( John A. Van De Walle, hal.80 – 81 ), memuat enam standar untuk penilaian yaitu : Standar Matematika ( Penilaian harus mencerminkan tentang matematika yang semua murid harus ketahui dan mampu untuk mengerjakannya, hal. 11), Standar Pembelajaran ( Penilaian harus meningkatkan pembelajaran matematika, hal 16), Standar Kesetaraan ( Penilaian harus meningkatkan kesetaraan, hal 15), Standar Keterbukaan (Penilaian harus merupakan proses yang terbuka, hal. 17), Standar Kesimpulan ( Penilaian harus meningkatkan penarikan kesimpulan yang benar mengenai pembelajaran matematika, hal.19), Standar Koheren ( Penilaian harus merupakan sebuah proses yang koheren, hal. 21).
6. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yaitu salah satu perangkat pembelajaran yang disusun oleh seorang guru secara sistematis yang berisi tujuan, kurikulum, materi, model , pendekatan, strategi, metode, tehnik, media , alat peraga dan penilaian. Sebagai sesuatu yang sangat penting dalam RPP adalah pada kegiatan inti. Di dalam kegiatan inti harus mencerminkan kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa, kegiatan yang melibatkan secara maksimal aktivitas siswa.
B. Tahap Pelaksanaan
Menurut John A. Van De Walle, 2008, dalam pelaksanaan pembelajaran matematika di kelas, seorang guru matematika dapat menyajikan beberapa hal sebagai berikut :
1. Guru matematika harus memberi tugas – tugas yang didasarkan pada :
· Matematika yang penting dan logis.
· Pengetahuan tentang pemahaman, ketertarikan dan pengalaman siswa.
· Pengetahuan tentang cara – cara yang berbeda siswa belajar matematika dan yang
· Melibatkan intelektual siswa.
· Mengembangkan pemahaman dan keahlian matematika siswa.
· Merangsang siswa untuk membuat hubungan dan mengembangkan kerangka kerja yang koheren dari ide – ide matematika.
· Meminta memformulasikan masalah, menyelesaikan masalah, dan memberi alasan secara matematis.
· Meningkatkan komunikasi tentang matematika.
· Menyatakan matematika sebagai aktivitas manusia yang terus menerus.
· Memperlihatkan sensitivitas dan melibatkan latar belakang pengalaman dan watak atau sikap yang berbeda – beda dari siswa.
· Meningkatkan perkembangan watak atau sikap semua siswa untuk mengerjakan matematika.
2. Guru matematika harus mengatur diskusi dengan
· Memberikan pertanyaan – pertanyaan dan tugas – tugas yang mengundang, melibatkan dan menantang stiap pemikiran siswa.
· Mendengarkan secara baik – baik ide – ide siswa.
· Menanyakan kepada siswa untuk menjelaskan dan menguji ide – ide mereka dengan kata – kata maupun secara tertulis.
· Memutuskan apa yang akan dituju secara mendalam dari ide – ide yang dibawa siswa ke dalam diskusi.
· Memutuskan kapan dan bagaimana memberikan notasi dan istilah matematika terhadap ide – ide siswa.
· Memutuskan kapan memberi informasi, kapan menjelaskan sebuah topik, kapan memodelkan, kapan memimpin, dan kapan membiarkan siswa bergulat dengan kesulitan.
· Memonitor partisipasi siswa di dalam diskusi dan memutuskan kapan dan bagaimana untuk mendorong setiap siswa agar berpartisipasi.
3. Guru matematika harus mengembangkan diskusi sehingga siswa
· Mendengar, merespon dan bertanya kepada guru dan saling bertanya kepada teman – temannya.
· Menggunakan berbagai macam alat untuk memberi alasan, membuat hubungan, menyelesaikan masalah, dan berkomunikasi.
· Mengajukan masalah dan pertanyaan.
· Membuat dugaan dan menyajikan penyelesaian.
· Memberi contoh dan penyanggah untuk menyelediki suatu dugaan.
· Mencoba meyakinkan diri mereka sendiri dan teman – temannya tentang kebenaran pengungkapan, penyelesaian, dugaan dan jawaban.
· Menyandarkan pada alasan dan bukti matematika untuk menentukan kebenaran.
4. Guru matematika untuk meningkatkan diskusi harus mendorong dan memperbolehkan penggunaan
· Komputer, kalkulator, dan teknologi yang lain.
· Benda – benda kongkrit yang digunakan sebagai model.
· Gambar, diagram, tabel dan grafik.
· Istilah – istilah dan simbol yang ditemukan dan disepakati.
· Metafora, analogi, dan cerita.
· Hipotesis, penjelasan dan alasan tertulis.
· Presentasi dengan kata – kata dan dramatisasi.
5. Guru matematika harus membuat suasana belajar yang membantu perkembangan kekuatan matematika setiap siswa dengan
· Menyediakan dan mengatur waktu yang diperlukan untuk mengungkap matematika yang logis dan menghadapi ide – ide serta masalah yang penting.
· Menggunakan ruang fisik dan benda – benda untuk memfasilitasi belajar matematika siswa.
· Menyediakan sesuatu yang dapat mendorong perkembangan keahlian dan kecakapan matematika siswa.
· Menghargai dan menilai ide – ide, cara berpikir, dan watak atau sikap matematik siswa.
Dan secara konsisten mengharapkan dan mendorong siswa untuk
· Bekerja secara mandiri atau berkelompok untuk memahami matematika.
· Mengambil resiko intelektual dengan mengajukan pertanyaan dan merumuskan dugaan.
· Memperlihatkan perasaan tentang kompetensi matematika dengan memeriksa dan mendukung ide – ide dengan menggunakan alasan matematik.
6. Guru matematika harus melakukan analisis belajar mengajar secara terus menerus dengan
· Mengamati, mendengarkan, dan mengumpulkan informasi lain tentang siswa untuk menilai apa yang mereka pelajari.
· Memeriksa pengaruh tugas, diskusi, dan suasana belajar terhadap pengetahuan, ketrampilan, dan watak atau sikap siswa untuk
· Memastikan bahwa setiap siswa belajar matematika yang penting dan logis dan mengembangkan watak atau sikap positif terhadap matematika.
· Menghadapi dan memperluas ide – ide siswa.
· Menyesuaikan atau mengubah aktivitas ketika mengajar.
· Membuat rencana, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
· Menggambarkan dan memberi komentar tentang belajar setiap siswa yang ditujukan kepada orang tua, administrator, dan siswa sendiri.
Jika hal – hal tersebut di atas, benar – benar dapat dilakukan dalam pelaksanaan pembelajaran matematika, maka pencapaian akan tujuan dari pembelajaran matematika itu sendiri akan dengan mudah terwujud karena siswa akan terlibat secara aktif dan dapat mengembangkan kemampuannya secara optimal dalam setiap pembelajaran matematika.

BAB IV PENUTUP
1. Simpulan
Usaha guru dalam melibatkan siswa pada pembelajaran matematika dapat dilakukan melalui hal – hal berikut:
a. Tahap persiapan
v Menentukan sumber belajar.
v Menyusun lembar kegiatan siswa (LKS).
v Menyediakan alat peraga.
v Menentukan skema pembelajaran.
v Menyusun kegiatan assesment.
v Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
b. Tahap pelaksanaan
v Pemberian tugas – tugas matematika yang bermakna.
v Pengaturan dan pengembangan diskusi yang melibatkan siswa secara aktif.
v Penggunaan alat peraga dan alat – alat teknologi lainnya dalam pembelajaran matematika.
v Pengkondisian suasana belajar siswa yang dapat membantu perkembangan kekuatan matematika setiap siswa.
v Melakukan analisis pembelajaran baik dari segi hasil belajar maupun dari proses pembelajaran secara terus menerus.
2. Saran – saran
Sebagai seorang guru matematika, harus berani melakukan perubahan dari pembelajaran yang bersifat konvensional ke pembelajaran yang inovatif, konstruktivisme dan pembelajaran yang bermakna.
DAFTAR PUSTAKA

John A. Van De Walle, (2008). Pengembangan dan Pengajaran Matematika Sekolah Dasar dan Menengah. Jakarta:Penerbit Erlangga.
Depdiknas, (2005). Materi Pelatihan Terintegrasi Matematika. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
Herman Hudoyo, (2005). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika
Ardiani Mustikasari, (2008). http://edu-articles.com/menuju-guru-yang-profesional-melalui-lesson-study/

USAHA – USAHA ( SAYA ) UNTUK MENINGKATKAN

USAHA – USAHA ( SAYA ) UNTUK MENINGKATKAN
PEMBELAJARAN MATEMATIKA MENUJU KUALITAS KEDUA
( ANTARA TEORI DAN PENGALAMAN )

Sudah cukup lama kita semua terbenam dalam pembelajaran matematika yang bagi banyak siswa terasa menjemukan, formal dan hanya bermain angka atau simbol yang abstrak dan serba tak berarti, bahkan tidak sedikit yang merasa kesulitan dan ketakutan untuk menghadapi pelajaran matematika. Mengapa demikian ? Sebagai seorang guru matematika hal ini haruslah menjadikan suatu refleksi diri untuk berbenah diri dalam menjalankan tugas sebagai seorang guru matematika khususnya dalam menyajikan pembelajaran matematika di kelas. Kita harus berubah dari pembelajaran matematika tradisional ke pembelajaran matematika yang efektif, inovatif dan kreatif.
Dalam pembelajaran matematika tradisional, guru mengajarkan matematika, siswa mempraktekkan untuk sementara waktu dan kemudian mereka diharapkan dapat menggunakan ketrampilan atau ide-ide yang baru untuk menyelesaikan soal bahkan ketika siswa berkegiatan, guru masih menuntun siswa bagaimana menggunakan materi yang dipelajari untuk mengerjakan latihan soal. Fokus utama pelajaran adalah mendapatkan jawaban. Siswa menyandarkan kepada guru untuk menentukan jawabannya benar ( Teacher center ). Anak-anak yang mendapat pengalaman seperti ini akan mempunyai pandangan bahwa matematika adalah sederetan aturan yang tidak ada polanya yang di bawa guru. Akibatnya siswa dijauhkan dari pengetahuan yang sebenarnya sangat baik.
Pedekatan semacam itulah yang memberikan pandangan yang salah terhadap matematika. Hal ini sangat tidak menyenangkan. Hanya sedikit siswa yang baik dalam belajar aturan dan memperoleh nilai baik, tetapi mereka bukanlah pemikir terbaik di dalam kelas. Pendekatan pembelajaran tradisional menghargai belajar aturan tetapi memberi sedikit kesempatan untuk mengerjakan matematika. ( John A. Van De Walle, 2008 ).
Pembelajaran matematika yang efektif adalah pembelajaran matematika yang berpusat pada siswa, dimulai dari mempertimbangkan bagaimana kondisi anak atau dimulai dari ide-ide yang telah dimiliki oleh anak. Ide-ide ini akan digunakan untuk membuat ide baru. Agar anak-anak terlibat dalam pembuatan atau mengkonstruksi ide-ide baru diperlukan tugas atau kegiatan siswa yang memerlukan pemikiran. Melalui tugas atau kegiatan siswa tersebut, siswa harus mengembangkan pemahamannya sendiri. Pemahaman mereka dan rasa percaya diri mereka akan tumbuh sebagai hasil dari dilibatkannya mereka dalam mengerjakan matematika. Melibatkan siswa dalam mengerjakan matematika sehingga siswa dapat membuat dan mengembangkan ide-ide baru yang dapat mereka gunakan dan pahami selanjutnya mereka dapat melihat bahwa matematika itu realistis/masuk akal melalui penglihatan mereka sendiri dan dapat mempercayainya karena mereka mampu mengerjakannya.
Seorang guru matematika harus memahami karakteristik/ciri-ciri dari matematika sekolah yang merupakan bagian dari matematika itu sendiri yang dipilih untuk atau berorientasi pada kepentingan pendidikan dalam hal ini disesuaikan dengan perkembangan anak. Menurut Prof. R. Soedjadi, 2007, karakteristik/ciri-ciri matematika sekolah adalah sebagai berikut :
· Matematika sekolah memiliki obyek kajian yang konkret dan juga abstrak.
· Bertumpu pada kesepakatan (termasuk penekanan kepada aksioma self evident truth).
· Berpola pikir deduktif dan juga induktif.
· Konsisten dalam sistemnya (termasuk sistem yang dipilih untuk pendidikan).
· Memiliki/menggunakan simbol yang kosong dari arti dan juga yang telah memiliki arti tertentu.
· Memperhatikan semesta pembicaraan (bahkan juga digunakan untuk pembatasan bahan ajar matematika, sesuai kelas tertentu).
Berdasarkan dari uraian di atas, usaha-usaha saya untuk meningkatkan pembelajaran matematika menuju kualitas kedua adalah sebagai berikut :
1. Menggunakan pendekatan pembelajaran kontektual yaitu memberikan masalah kontektual yang meliputi pemanfaatan lingkungan yang dekat dengan kehidupan anak didik, masalah nyata/real, masalah dapat memuat “pengetahuan yang mudah/dapat dibayangkan anak”.
2. Menggunakan pendekatan pembelajaran kontruktivisme yaitu siswa mengkonstruksi/membangun sendiri pengetahuan mereka sendiri. Alat-alat yang digunakan untuk membangun pemahaman adalah ide-ide yang telah ada, yakni pengetahuan yang telah siswa miliki. Material/bahan yang digunakan adalah apa yang siswa lihat, dengar atau sentuh di sekitarnya atau sebagian material adalah pemikiran/ide siswa sendiri. Usaha yang harus dilakukan adalah berfikir secara aktif dan reflektif.
3. Menggunakan/membuat alat peraga/LKS dalam pembelajaran matematika sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran.
4. Menerapkan model pembelajaran kooperatif/pembelajaran secara berkelompok. Walaupun belajar adalah proses reflektif dan internal, tetapi anak-anak dapat menguji, mengungkap, memodifikasi, dan mengembangkan ide-ide baru melalui interaksi dengan anak-anak lain dan para guru.
5. Mengembangkan sumber belajar sendiri disesuaikan dengan kondisi siswa.

DAFTAR PUSTAKA
John A. Van De Walle, (2008). Pengembangan Pengajaran Matematika Sekolah Dasar dan Menengah. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Prof. R. Soedjadi, (2007). Masalah kontektual sebagai Batu Sendi Matematika Sekolah. Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Sekolah UNESA.